Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Peran Serta Lembaga Internasional Dan Lembaga Asing Nonpemerintah Dalam Penanggulangan Bencana. Produk hukum ini berisi VI Bab dan 18 Pasal, ditetapkan dan diundangakan tanggal 28 Februari 2008 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No 44 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4830. “Peran serta lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dalam penanggulangan bencana bertujuan untuk mendukung penguatan upaya penanggulangan bencana, pengurangan ancaman dan risiko bencana, pengurangan penderitaan korban bencana, serta mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat.” Lembaga internasional adalah organisasi yang berada dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan Bangsa-Bangsa atau organisasi internasional lainnya. Lembaga asing nonpemerintah adalah suatu lembaga internasional yang terorganisasi secara fungsional bebas dari dan tidak mewakili pemerintahan suatu negara atau organisasi internasional yang dibentuk secara terpisah dari suatu negara di mana organisasi itu didirikan. “lembaga asing nonpemerintah yang dapat bermitra dengan instansi/lembaga terkait atau lembaga swadaya masyarakat” adalah lembaga asing nonpemerintah yang telah mendapat kemudahan berdasarkan perjanjian kerjasama teknik dibidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. “ Pengaturan peran serta lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dalam penanggulangan bencana di Indonesia di samping bertujuan untuk mendukung penguatan upaya penanggulangan bencana, pengurangan ancaman dan risiko bencana, pengurangan penderitaan korban bencana, dan mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat, juga dimaksudkan untuk: 1. menjamin penghormatan terhadap peran dan tindakan Pemerintah berdasarkan kepentingan masyarakat sebagai penanggung jawab utama dalam mengatur dan mengkoordinir kegiatan penanggulangan bencana; 2. memungkinkan masyarakat internasional memberikan dukungan dan kontribusi secara efektif dalam kegiatan penanggulangan bencana; 3. memperjelas proses, peran, dan tanggung jawab Pemerintah dan komunitas internasional dalam kegiatan penanggulangan bencana; 4. meminimalisasi hambatan-hambatan administrasi dan hukum yang dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pemberian bantuan internasional dalam situasi darurat; dan 5. menjamin kerjasama dan bantuan internasional yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan kualitas standar baik secara nasional maupun internasional. Peran serta lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dalam penanggulangan bencana di Indonesia harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dan juga harus didasarkan pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah wajib menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menempatkan prinsip kemanusiaan sebagai satu-satunya tujuan, menjamin bahwa bantuan yang diberikan tanpa membedakan suku, agama, latar belakang budaya, sosial, ekonomi, politik, dan jenis kelamin, sesuai dengan hukum yang berlaku dalam koordinasi dan keterpaduan yang baik dengan Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah yang lain, mitra kerja Pemerintah dan masyarakat; dilandasi oleh kompetensi yang baik di bidang kelembagaan dan pekerja yang diakui secara nasional dan internasional; mengikuti mekanisme yang berlaku di Indonesia dan melibatkan masyarakat korban bencana serta mitra kerja dalam penanggulangan bencana dengan baik; dan sesuai dengan hukum internasional dan nasional yang berlaku termasuk hukum hak asasi manusia dan kemanusiaan. Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dalam menjalankan perannya di Indonesia juga harus memenuhi standar kualitas minimal yang berlaku secara nasional, melibatkan masyarakat korban bencana mulai dari tahap perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program, tidak membawa dampak negatif bagi kehidupan, kelembagaan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat, tidak melewati batas kadaluarsa dari suatu jenis bantuan yang diberikan, tidak mengaitkan dengan kepentingan politik, ideologi, dan agama tertentu, dan bukan sebagai alat kebijakan dari pemerintah asing tertentu. Dalam rangka memaksimalkan seluruh sumber daya yang ada khususnya yang berasal dari luar negeri, Pemerintah: 1. memiliki tanggung jawab utama dalam memberikan atau mengatur upaya pengurangan risiko bencana, pertolongan dan bantuan pemulihan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2. mempunyai hak penuh untuk mengkoordinasikan, memonitor, dan mengatur sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan hukum international, pertolongan bencana dan bantuan pemulihan yang diberikan oleh para pemberi bantuan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 3. menjamin bahwa prosedur yang diperlukan sudah disiapkan guna memfasilitasi penyampaian informasi tentang bencana alam secara cepat, termasuk informasi tentang bencana yang akan timbul, bila perlu bersama-sama dengan negara atau organisasi internasional lain termasuk Kantor Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa; 4. memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat internasional mengenai peraturan perundang-undangan dalam negeri yang sangat relevan dengan kedatangan dan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana; 5. menyediakan sebuah sistem yang jelas dan berlaku dalam berkoordinasi dengan masyarakat internasional bagi semua kegiatan penanggulangan bencana; 6. menjamin terpenuhinya kebutuhan para korban bencana dengan mencari atau menerima bantuan dari masyarakat internasional bila situasi bencana melampaui kemampuan Pemerintah untuk mengatasinya; 7. memberikan perlindungan terhadap pekerja, bangunan, arsiparsip dan peralatan komunikasi yang digunakan oleh lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dalam kegiatan penanggulangan bencana; dan 8. menjamin lembaga internasional khususnya badan-badan, pendanaan, program, pekerja dan barang-barang milik Perserikatan Bangsa-Bangsa, dapat memainkan perannya dalam penanggulangan bencana sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Istimewa dan Kekebalan. Unduh Produk Hukum Sumber : http://www.setneg.go.id
Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Produk hukum ini berisi VII Bab dan 96 Pasal, ditetapkan dan diundangakan tanggal 28 Februari 2008 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No 42 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828. “Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.” Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa yang hidup saling berdampingan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai cermin persatuan yang dapat dijadikan modal dasar pembangunan bagi tumbuh dan kembangnya bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan, hambatan, dan ancaman kehidupan yang semakin komplek. Persatuan yang terjalin selama ini harus selalu dijaga keutuhan dan kelestariannya oleh seluruh komponen warga negara Indonesia. Hal ini berarti bahwa setiap tantangan, hambatan, dan ancaman terhadap salah satu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari wilayah kepulauan yang terletak diantara benua Asia dan Australia disamping memiliki posisi strategis dalam jalur lalu lintas perdagangan dunia juga memiliki kerawanan terhadap terjadinya bencana dengan frekuensi yang cukup tinggi, sehingga diperlukan penanggulangan bencana yang sistematis, terpadu dan terkoordinasi. Dalam upaya penanganan bencana yang sistematis, terpadu, dan terkoordinasi, Pemerintah telah mengesahkan dan mengundangkan Undang–Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberi landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik bencana tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun tingkat nasional. Undang–Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4, bertujuan untuk antara lain : Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 memberikan keseimbangan perhatian dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dari semula cenderung pada pertolongan dan pemberian bantuan kepada upaya-upaya penanganan sebelum terjadi bencana. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu menetapkan peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana yang ruang lingkupnya meliputi: Semua upaya penanggulangan bencana yang dilakukan pada saat prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana; Penitikberatan upaya-upaya yang bersifat preventif pada prabencana; Pemberian kemudahan akses bagi badan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat; dan Pelaksanaan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pada pascabencana. Unduh Produk Hukum Sumber : http://www.setneg.go.id
Undang Undang Penanggulangan Bencana
Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Produk hukum ini berisi XIII Bab dan 85 Pasal, ditetapkan dan diundangkan tanggal 26 April 2007 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No 66. Penjelasannya tercatat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723. “Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis” “Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi” Penanggulangan bencana bertujuan untuk: Memberikan pelindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; Menghargai budaya lokal; Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta; Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Alenia ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Republi Indonesia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, kedamaian abadi dan keadilan sosial, Sebagai Implementasi dari amanat tersebut dilaksanakan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera yang senantiasa memperhatikan hak atas penghidupan dan perlindungan bagi setiap warga negaranya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris katulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam yang memiliki berbagai keunggulan, namun dipihak lain posisinya berada dalam wilayah yang memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang rawan terhadap terjadinya bencana dengan frekwensi yang cukup tinggi, sehingga memerlukan penanganan yang sistematis, terpadu, dan terkoordinasi. Potensi penyebab bencana diwilayah negara kesatuan Indonesia dapat dikelompokan dalam 3 (tiga) jenis bencana, yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Bencana alam antara lain berupa gempa bumi karena alam, letusan gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan/ lahan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa. Bencana nonalam antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia, kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan. Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering terjadi. Penanggulangan Bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yaitu serangkaian kegiatan Penanggulangan Bencana sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana. Selama ini masih dirasakan adanya kelemahan baik dalam pelaksanaan Penaggulangan Bencana maupun yang terkait dengan landasan hukumnya. Karena belum ada Undang-undang yang secara khusus menangani bencana. Mencermati hal-hal tersebut diatas dan dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, disusunlah Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana yang pada prinsipnya mengatur tahapan bencana meliputi pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana. Materi muatan Undang-undang ini berisikan ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut: Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam tahap tanggap darurat dilaksanakan sepenuhnya oleh badan nasional penanggulangan bencana dan badan penanggulangan bencana daerah. Badan penanggulangan bencana tersebut terdiri dari unsur pengarah dan unsur pelaksana. Badan nasional penanggulangan bencana dan badan penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas dan fungsi antara lain pengkoordinasian penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana dan terpadu sesuai dengan kewenangannya. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan hak masyarakat yang antara lain mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, mendapatkan pelindungan sosial, mendapatkan pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan kesempatan secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga internasional. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan pada tahap pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana, karena masingmasing tahapan mempunyai karakteristik penanganan yang berbeda. Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan bencana selain didukung dana APBN dan APBD juga disediakan dana siap pakai dengan pertanggungjawaban melalui mekanisme khusus. Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat pada setiap tahapan bencana, agar tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana penanggulangan bencana. Untuk menjamin ditaatinya undang-undang ini dan sekaligus memberikan efek jera terhadap para pihak, baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan sehingga menyebabkan terjadinya bencana yang menimbulkan kerugian, baik terhadap harta benda maupun matinya orang, menghambat kemudahan akses dalam kegiatan penanggulangan bencana, dan penyalahgunaan pengelolaan sumber daya bantuan bencana dikenakan sanksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda, dengan menerapkan pidana minimum dan maksimum. Dengan materi muatan sebagaimana disebutkan diatas, Undang-Undang ini diharapkan dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sehingga penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat dilaksanakan secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu Unduh Produk Hukum Sumber :
Aksi Tanggap Darurat Bencana Alam: Peran dan Fungsi Lembaga-lembaga Terkait
Médecins Sans Frontières (MSF) atau Dokter Lintas Batas secara berkala melakukan kegiatan pelibatan publik untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat terhadap upaya-upaya kemanusiaan MSF dan lembaga atau aktor lainnya yang memiliki fokus yang hampir sama. Untuk di akhir tahun 2018 ini, MSF kemudian menggandeng Lembaga Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiya (LPB PP Muhammadiyah) atau juga biasa disingkat Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Pelibatan publik kali ini bertema Aksi Kemanusiaan dalam Potret di Yogyakarta. Pameran ini ingin menghadirkan foto-foto aksi kemanusiaan MSF dan MDMC, terutama penyediaan layanan kemanusiaan di bidang kesehatan. Koleksi foto-foto yang ditampilkan dari koleksi MSF dan MDMC. Selain itu, MSF dan MDMC bermaksud untuk bekerja sama dengan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dalam pelaksanaan pelibatan publik ini. Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah pameran selama satu minggu di Kampus UAD, seminar, pemutaran film dan diskusi foto. Seminar ini akan menghadirkan panelis dari MSF, MDMC, UAD, BPBD dan PMI DIY Yogyakarta. Dalam seminar ini akan dibahas peran-peran lembaga masing-masing dan fungsinya ketika merespons bencana alam bersama-sama. Harapannya diskusi ini bisa memberikan gambaran yang jelas bagaimana mekanisme tanggap darurat kebencanaan di Indonesia dan menjadi lebih baik di masa depan. Daniel Von Rege Head of Mission Indonesia 2018 – 2020 Summary : lebih dari 1,5 Windu Bersama MSF, Karir di Indonesia bersama MSF mulai awal 2018. sebelumnya beliau memulai karir di MSF sebagai logistician di Chad pada tahun 2005, melakukan misi kemanusiaan pada wilayah bencana dan konflik kemanusian antara lain Chad, Haiti, Somali, Kenya, Malawi dan Indonesia. Kenya merupakan tempat terlama beliau bersama MSF untuk melaksanakan misi dan aksi kemanusiaan. Dr. Zuhdiyah Nihayati Dokter Umum Rumah Sakit Muhammadiya Lamongan Summary : Satu Dasawarsa bergabung bersama Muhammadiyah, memiliki minat pada bidang Emergency Medicine, melakukan misi kemanusiaan pada wilayah bencana dan konflik kemanusian antara lain : Indonesia dan Bangladesh, selain dokter beliau juga melakukan pengelolaan literasi tentang kesehatan dan kebencanaan yang dituangkan dalam bentuk jurnal dan buku panduan. Arif Riyanto Budi Nugroho Wakil ketua Bidang penangulangan Bencana PMI DIY Summary : memiliki keahlian pada bidang pengenalan bentang alam dan penginderaan jauh, saat ini sedang menyelesaikan studi doktoral Teknik Geologi di universitas Padjajdaran Bandung Dr. Ahmad Muttaqiem Alim. Sp An, Dosen UAD sekaligus Koordinator Training MDMC Summary : lebih dari 1,5 Windu Bersama MDMC, berawal sebagai relawan pada saat bencana Tsunami di NAD. Memiliki spesialisasi bidang anastesi, selain dokter beliau juga melakukan pengelolaan literasi tentang kesehatan dan kebencanaan yang dituangkan dalam bentuk jurnal dan buku panduan. Ada satu buku yang diterbitkan pada tahun 2007 dan menjadi best seller. Kegiatan lietrasi pengetahuan ini merupakan buah dari serangkaian training sertifikasi bersifat nasional dan internasional. Danang Samsurizal Kepala Seksi Kedaruratan BPBD DIY Summary : Memiliki keahlian Managerial adalah suatu kehormatan dapat memandu sesi seminar yang berisikan panelis dengan kompetensi dalam mitigasi bencana. Tim Perumus dan pelaksana kegiatan yang Tangguh Sumber : MSF, Kelas Pagi Yogyakarta, Pamit Yang2an dan Foto Arsip Kelas Pagi Yogyakarta
Peluang Open Source dan Kekayaan Intelektual di 2019
Perangkat lunak sumber terbuka atau yang lebih dikenal dengan open souce telah digagas sejak duapuluh tahun lalu. Gagasan ini membawa teknologi ke arah yang lebih terbuka sehingga dapat diakses oleh berbagai kalangan. Meski begitu, perjalanan open source bukan tanpa tantangan. Para kreator dan penggiat open source seringkali mesti menghadapi persoalan penyalahgunaan hingga keamanan. Hal ini sebetulnya bisa diantisipasi dengan mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada produk open source yang bersangkutan. Mengingat pentingnya HKI dalam open source, Combine Resource Institution (CRI) bersama Qwords akan menggelar diskusi bertajuk “Peluang Open Source dan Hak Kekayaan Intelektual”. Diskusi yang akan diselenggarakan pada 05 Desember 2018 tersebut akan menghadirkan Wahyu Bimo Sukarno (Instruktur dan Praktisi IT Security), Cepi Arifin (Senior System Administrator Qwords), dan Irman Ariadi (Analis Regulasi CRI). Pemanfaatan TIK yang semakin meluas untuk peningkatan kesejahteraan umat manusia menjadi peluang utama untuk melahirkan inovator dan kreator berbasis tata kelola perangkat terbuka. Masifnya data yang bisa dikelola dalam basis data memberikan ruang baru untuk pegiat yang bergerak dalam hal komunikasi data, pengelolaan data warehouse dane dan tempat penyimpanan secara luring dan atau daring. Meski begitu, para kreator tetap berhak mendapatkan perlindungan atas karya-karya mereka ciptakan dalam bentuk perangkat lunak. Irman Ariadi menjelaskan bahwa open source merupakan produk hasil kekayaan intelektual. Produk yang bersifat open source jarang diakui dalam dunia pendidikan. Padahal, dalam hukum di Indonesia, open source diatur dalam undang-undang terkait kekayaan intelektual seperti hak cipta, paten, merek, dan indikasi geografi. “Open source dan kekayaan intelektual menjadi sebuah bentuk kesempatan berusaha untuk menuju kesejahteraan dalam menjawab permasalahan sosial,” jelas Irman. Perangkat lunak berbasis sistem sumber terbuka atau open source memiliki peluang besar untuk menyejahterakan masyarakat dengan memberikan akses yang lebih mudah terhadap teknologi. Sayangnya, peluang ini masih belum optimal dan praktiknya rawan disalahgunakan. Dalam hal ini, hak kekayaan intelektual (HKI) bisa menjadi jawaban. Di dalam teknologi terdapatistilah freedom (kebebasan) dan power (kekuatan). Kebebasan diartikan sebagai usaha untuk memanfaatkan teknologi guna mencapai tujuan kita. Sementara kekuatan adalah apabila seseorang menggunakan segala cara tanpa melihat benar salahnya hanya semata-mata untuk mencapai tujuannya saja. “Nah maka dari itu kita harus mengelola teknologi agar masih dalam jalur yang benar. Salah satunya dengan perwujudan hak intelektual,” ujar Irman Ariadi, Analis Regulasi Combine Resource Institution dalam diskusi bertajuk “Peluang Open Source dan Hak Kekayaan Intelektual di 2019,” pada Rabu, 5 Desember 2019 di University Club, Universitas Gadjah Mada, Sleman, Yogyakarta. Irman menjelaskan bahwa hak kekayaan intelektual bukanlah sesuatu yang abstrak namun nyata dan berwujud. Salah satunya adalah hak kekayaan intelektual dari produk-produk open source (sistem sumber terbuka). Selama ini open source memang tidak menjadi perhatian penting. Padahal, open source dapat menjadi jalan keluar untuk membantu program-program pemerintah. “Sayangnya, kesadaran masyarakat Indonesia terhadap open source dan hak kekayaan intelektual masih lemah,” jelas Irman. Sumber : Rilis Diskusi dan Liputan Diskusi oleh Combine Resource institution Gambar : Flayer oleh Qwords dan Foto Arsip CRI Presentasi Peluang Open Source dan Kekayaan Intelektual di 2019