Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan wujud dari perlindungan suatu lembaga terhadap kekayaan intelektualnya. Aspek perlindungan melalui HKI berlaku baik bagi pengembang, pemegang hak cipta, maupun pengguna suatu aset intelektual. Budhi Agus Riswandi, Direktur Pusat HKI Universitas Islam Indonesia menjelaskan, selama ini HKI memang lebih populer di dunia bisnis dan menjadi salah satu acuan untuk mempermudah komersialisasi. Meski demikan, tidak semua produk diciptakan untuk dikomersialiasikan. Aset-aset intelektual yang dapat diakses secara bebas dan tanpa biaya pun juga memerlukan HKI. “Jadi, dalam konteks ini, fungsi produk tersebut adalah utilisasi, bukan komersialisasi,” jelas Budhi dalam workshop bertajuk “Inovasi dan Pengelolaan Kekayaan Intelektual Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Sistem Informasi Desa (SID) Berdaya” yang diselenggarakan Combine Resource Institution (CRI) pada Rabu (16/05) di UC UGM. Selain itu, HKI dalam aset intelektual nonkomersil juga dapat menjadi alat untuk membangun reputasi. Reputasi yang dimaksud adalah adanya aspek-aspek penting yang menambah nilai dan kepercayaan pada suatu produk tertentu. Aspek-aspek tersebut meliputi legalitas dan tata kelola yang baik. “Jadi, selain melindungi kekayaan intelektual para penemu atau inovator, HKI juga memberikan nilai tambah pada suatu produk,” tambahnya. Budhi menjelaskan bahwa aspek legalitas sebuah produk penting diupayakan untuk mengetahui sejauh mana produk tersebut layak digunakan. Legal atau tidaknya suatu produk dapat dilihat dari adanya HKI pada produk tersebut. Selain itu, adanya HKI juga membuktikan bahwa produk tersebut telah memiliki tata kelola yang baik. Salah satu aset intelektual yang bukan berupa produk komersil adalah sistem informasi desa (SID) yang dikembangkan oleh CRI. Sebagai salah satu bentuk perwujudan pengelolaan kekayaan intelektual dalam bidang TIK, CRI telah mengkaji SID dari berbagai aspek hukum, salah satunya pengelolaan hak kekayaan intelektual. Elanto Wijoyono, Manajer Pengelolaan Sumber Daya Komunitas CRI mengatakan, ide tentang SID sudah tercetus sejak 2008. “Meski begitu, implementasi produk nyata baru ada di tahun 2009,” paparnya. SID yang dikembangkan oleh CRI pertama kali diluncurkan di Klaten, Jawa Tengah dan Bantul, DI Yogyakarta. Pada 2018, satu dekade setelah ide SID direalisasikan, CRI meninjau kembali dan mengevaluasi lisensi SID yang telah diberlakukan. Selama ini, SID menggunakan lisensi GNU General Public License version 3 (https://www.gnu.org/licenses/gpl.html). Lisensi ini cukup komprehensif dan fleksibel, tetapi memiliki celah berupa penggunaan aplikasi SID yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip SID yang telah dirumuskan oleh CRI. Oleh karena itu, CRI memutuskan untuk merumuskan lisensi khusus yang kini telah tercatat hak cipta dan mereknya di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sebagai SID Berdaya. Prinsip utama SID Berdaya masih sama, yaitu menjadi perangkat lunak berbasis open source yang bebas digunakan oleh siapa saja dan tanpa biaya. Hal ini memang menjadi salah satu prinsip CRI agar warga dapat menjangkau dan ikut berkolaborasi dalam pengembangan SID lebih lanjut. Bagi CRI, terdaftarnya kekayaan intelektual SID Berdaya secara legal menjadi momentum untuk meningkatkan mutu ciptaan, layanan serta jaminan perlindungan atas penggunaan ciptaan tersebut. Sejumlah skema layanan akan berubah sebagai konsekuensi dari urusan legal tersebut. Meski demikian, potensi kerja sama untuk pengembangan dan pemanfaatan SID bersama para pihak tetap terbuka. Keberadaan HKI juga menjadi salah satu indikator pertanggungjawaban nyata pengembang bahwa SID Berdaya merupakan produk layak guna yang terjamin dari aspek legalitas dan tata kelolanya. Elanto menjelaskan bahwa setiap keputusan dalam menjalankan SID mulai dari pemutakhiran, pengelolaan hingga analisis data di dalamnya merupakan tindakan hukum. Dalam proses itu, keamanan data warga yang ada di dalamnya harus terjamin. Oleh karena itu, pengelolaan SID harus memiliki landasan hukum agar dapat dipertanggungjawabkan. Pada beberapa kasus, pemanfaatan SID yang tidak memuat aspek legalitas dan tata kelola yang baik menimbulkan beberapa persoalan. Di antaranya berupa kebocoran data akibat ketidaktahuan perangkat desa mengenai privasi data. Jika tidak memiliki landasan hukum yang jelas, pelanggaran serupa dapat terjadi. Oleh karena itu, SID Berdaya dengan HKI yang dimilikinya berupaya untuk memastikan bahwa praktik penerapan SID berada pada landasan hukum yang tepat. Imung Yuniardi, Direktur CRI, menjelaskan bahwa pada prinsipnya HKI pada SID Berdaya mengacu pada upaya perlindungan. Perlindungan tersebut tidak hanya berlaku bagi CRI selaku pengembang, tetapi juga bagi pengguna dan terutama warga yang datanya berada di dalam SID. Selain itu, HKI juga menjamin keberlanjutan pengembangan SID Berdaya agar menjadi lebih baik lagi guna memenuhi kebutuhan warga. Sumber : laman CRI
Stranas PPDT 2015 – 2019
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2018 TENTANG STRATEGI NASIONAL PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN 2015-2019 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2018 Tentang Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019. Produk hukum ini berisi 8 Pasal, ditetapkan tanggal 27 Maret 2018 dan diundangkan 2 april 2018 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 No 41. Percepatan pembangunan daerah tertinggal hanya dapat dilakukan dengan memperkuat koordinasi, kerja sama, dan kemitraan antara lnstansi Pusat dengan Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten, Instansi Daerah, masyarakat, perguruan tinggi, dan pelaku usaha yang solid dan berkelanjutan. Oleh sebab itu, dalam upaya memperkuat koordinasi, kerja sama, dan kemitraan maka diperlukan STRANAS-PPDT. Tujuan STRANAS-PPDT adalah memberikan pedoman bagi Instansi Pusat dan lnstansi Daerah dalam menyusun program dan kegiatan guna mendukung percepatan pembangunan daerah tertinggal serta memberikan acuan bagi Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten dalam menyusun STRADA-PPDT Provinsi dan STRADA-PPDT Kabupaten yang berisi strategi, program, dan kegiatan untuk mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal. Sasaran STRANAS-PPDT adalah: Meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 6,9% (enam koma sembilan persen) sampai 7, 1 % (tujuh koma satu persen); Menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi 15% (lima belas persen) sampai 15,5% (lima belas koma lima persen); Meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia di daerah tertinggal sebesar 62,78; dan Berkurangnya kesenjangan antarwilayah yang ditandai dengan terentaskannya 80 kabupaten tertinggal. Strategi Nasional Percepatan Pernbangunan Daerah Tertinggal yang selanjutnya disebut STIANAS-PPDT adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah tertinggal untuk periode 5 (lima) tahun yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Strategi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Provinsi yang selanjutnya disebut STRADA-PPDT Provinsi adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah tertinggal untuk periode 5 (lima) tahun di lingkat provinsi yang merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka menengah provinsi. Strategi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Kabupaten yang selanjutnya disebut STRADA-PPDT Kabupaten adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah tertinggal untuk periode 5 (lima) tahun di tingkat kabupaten yang merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka menengah kabupaten. Unduh Produk Hukum Sumber : http://www.setneg.go.id
INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2018 Tentang Indonesia National Single Window. Produk hukum ini berisi VIII Bab dan 33 Pasal, ditetapkan tanggal 31 Mei 2018 dan diundangkan 31 Mei 2018 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 No 85. Indonesia National single window (INSW) adalah integrasi sistem secara nasional yang memungkinkan dilakukannya penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan singkron, dan penyampaian keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. System Indonesia National single window (SINSW) adalah Sistem Elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis. Lembaga National Single Window menyelenggarakan fungsi: Perumusan dan pelaksanaan pedoman dalam rangka Pengelolaan INSW dan Penyelenggaraan SINSW; Penyediaan fasilitas untuk pengajuan, pemrosesan, dan penyampaian keputusan secara tunggal, dalam penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor; Penyediaan fasilitas untuk penyampaian, pencantuman, dan penghapusan ketentuan tata niaga post border pada SINSW; Pelaksanaan simplifikasi dan standardisasi dalam INSW mengenai pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan ekspor dan/atau impor; Penyiapan dukungan teknis melalui SINSW dalam rangka peningkatan fasilitasi perdagangan, pengawasan lalu lintas barang, dan optimalisasi penerimaan negara, yang berkaitan dengan kegiatan ekspor dan/atau impor; Pelaksanaan pengelolaan informasi mengenai peraturan perundang-undangan sebagai acuan utama dalam pengajuan dokumen kepabeanan dalam rangka kegiatan ekspor dan/atau impor; Pelaksanaan tata kelola data dan Informasi Elektronik yang terkait dengan ekspor dan/atau impor; pelaksanaan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama di bidang sistem National Single Windout dalam forum nasional dan internasional; koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi dan teknis kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Lembaga National Single Window; pelaksanaan harmonisasi dan sinkronisasi proses bisnis antar kernenterian/lembaga dalam rangka pelaksanaan INSW; dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia National Single Windout sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia National Single Window dan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2Ol4 tentang Pengelola Portal Indonesia National Single Window sudah tidak sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan global sehingga perlu diganti; Dalam rangka mewujudkan iklim usaha dan hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen, serta untuk mendorong perekonomian nasional yang efisien dan berkeadilan diperlukan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang sinergis, harmonis, dan terintegrasi Unduh Produk Hukum Sumber : http://www.setneg.go.id