Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat No 38 tahun 2015 Tentang Bale Mediasi. Produk hukum ini berisi V Bab dan 17 Pasal, ditetapkan tanggal 6 Oktober 2015 dan diundangkan 6 Oktober 2015 di Mataram. Produk hukum ini tercatat dalam Berita Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2015 No 38. Bale Mediasi adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pembinaan dan koordinasi dalam pelaksanaan mediasi di masyarakat sesuai dengan kearifan lokal. Penyelesaian sengketa berdasarkan kearifan lokal dalam bentuk musyawarah mufakat merupakan bagian dari tatanan perilaku yang hidup dan berkembang dalam masyarakat di Nusa Tenggara Barat yang menjamin kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat. Penyelesaian sengketa melalui kearifan lokal dalam bentuk mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Bale Mediasi dapat dibentuk dari tingkat provinsi hingga desa. Pemilihan nama bale Mediasi ditentukan atas kesepakatan pada tiap jenjang sesuai kebutuhan. Lembaga ini memiliki kewenangan dan tugas secara spesisfik. Adapun kewenangannya berupa : a. melakukan penguatan kapasitas lembaga yang menjalankan fungsi mediasi yang ada di masyarakat; b. melakukan peningkatan kapasitas mediator; c. melakukan koordinasi dengan lembaga yang menjalankan fungsi mediasi. Tugas Bale Mediasi : a. mendorong terbentuknya lembaga mediasi di tingkat desa; b. melakukan pendataan lembaga yang menjalankan fungsi mediasi; c. membuat data base mediator yang bersertifikat maupun yang tidak bersertifikat; d. memfasilitasi sosialisasi, pendidikan, penelitian, pelatihan, seminar, workshop, lokakarya tentang mediasi; e. merekonstruksi dan merevitalisasi lembaga-lembaga adat yang menjalankan fungsi mediasi; f. memfasilitasi lembaga yang menjalankan fungsi mediasi untuk mendaftarkan hasil kesepakatan perdamaian di pengadilan; g. menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD dan ART) Bale Mediasi; h. menyusun dan menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Bale Mediasi; i. menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan wewenangnya; j. menyusun Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) pelaksanaan penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh lembaga yang menjalankan fungsi mediasi; dan k. melakukan koordinasi dengan institusi dan lembaga terkait dengan pelaksanaan tugasnya. Unduh Produk Hukum Sumber : JDIH NTB
PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011
Peraturan Presiden Republik Indonesia No 87 tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang no 12 Tahun 21011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan.. Produk hukum ini berisi V Bab dan 13 Pasal, ditetapkan tanggal 1 September 2014 dan diundangkan 3 September 2014 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 No 199. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga Negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Unduh Produk Hukum Sumber : http://www.setneg.go.id
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang Undang Republik Indonesia No 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan. Produk hukum ini berisi XIII Bab dan 104 Pasal, ditetapkan tanggal 12 Agustus 2011 dan diundangkan 12 Agustus 2011 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 No 82. Penjelasannya tercatat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan merupakan pelaksanaan dari perintah Pasal 22A UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan undangundang diatur lebih lanjut dengan undang-undang.” Namun, ruang lingkup materi muatan Undang-Undang ini diperluas tidak saja UndangUndang tetapi mencakup pula Peraturan Perundang-undangan lainnya, selain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan didasarkan pada pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara umum Undang-Undang ini memuat materi-materi pokok yang disusun secara sistematis sebagai berikut: asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan; jenis, hierarki, dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan; perencanaan Peraturan Perundangundangan; penyusunan Peraturan Perundang-undangan; teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan; pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang; pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; pengundangan Peraturan Perundang-undangan; penyebarluasan; partisipasi masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan ketentuan lain-lain yang memuat mengenai pembentukan Keputusan Presiden dan lembaga negara serta pemerintah lainnya. Tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan penetapan, serta pengundangan merupakan langkah-langkah yang pada dasarnya harus ditempuh dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun, tahapan tersebut tentu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan atau kondisi serta jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan tertentu yang pembentukannya tidak diatur dengan Undang-Undang ini, seperti pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Peraturan Presiden, atau pembahasan Rancangan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Selain materi baru tersebut, juga diadakan penyempurnaan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan beserta contohnya yang ditempatkan dalam Lampiran II. Penyempurnaan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan dimaksudkan untuk semakin memperjelas dan memberikan pedoman yang lebih jelas dan pasti yang disertai dengan contoh bagi penyusunan Peraturan Perundangundangan, termasuk Peraturan Perundang-undangan di daerah. Unduh Produk Hukum Sumber : http://www.setneg.go.id
PENYEDIAAN LAMPU TENAGA SURYA HEMAT ENERGI BAGI MASYARAKAT YANG BELUM MENDAPATKAN AKSES LISTRIK
Peraturan Presiden Republik Indonesia No 47 tahun 2017 Tentang Penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi bagi Masyarakat yang belum mendapatkan askes Listrik. Produk hukum ini berisi V Bab dan 13 Pasal, ditetapkan tanggal 12 April 2017 dan diundangkan 13 April 2017 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 No 86. Pemenuhan terhadap energi khususnya jaringan tenaga listrik pada masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, daerah terisolir, dan pulau-pulau terluar masih belum merata sehingga perlu percepatan untuk mendapatkan akses listrik melalui penyediaan lampu tenaga surya hemat energi.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 12 tahun 2017 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelengaraan Pemerintah Daerah. Produk hukum ini berisi IX Bab dan 52 Pasal, ditetapkan tanggal 5 April 2017 dan diundangkan 7 April 2017 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 No 73. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah mcndelegasikan pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara penjatuhan sanksi administratif dan program pembinaan khusus bidang pemerintahan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 353 serta pengaturan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan penyeleng;araan Pemerintahan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 383. Kedua materi muatan yang didelegasikan tersebut sangat berkaitan, yakni pengaturan mengenai sanksi administratif dan program pembinaan khusus bidang pemerintahan tersebut merupakan tindak lanjut hasil Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan scbagai bagian dari Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pengaturan mengenai mekanisme pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah serta sanksi yang jelas dan tegas kepada penyelenggara Pemerintahan Daerah dan daerah dimaksudkan untuk memperkuat pelaksanaan otonomi daerah sesuai dcngan amanat dan tujuan otonomi daerah. Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terdiri atas pembinaan dan pengawasan umum serta pembinaan dan pengawasan teknis penyelenggaraan Pemerintahan Daerah karena esensi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah merupakan pencerminan pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah. Pembinaan dan pengawasan umum dilakukan oleh Menteri guna mendukung pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah agar dapat berjalan efisien dan efektif sedangkan pembinaan dan pengawasan teknis oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dilakukan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren daerah agar sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/ kota dilakukan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, gubernur bertindak atas nama Pemerintah Pusat melaksanakan pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota karena adanya pelimpahan kewenangan dari Presiden. Agar proses pembinaan dan pengawasan berjalan secara efektif dan efisien diperlukan adanya kejelasan tugas dan sinergi pembinaan dan pengawasan melalui mekanisme koordinasi antara Pemerintah Pusat dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat serta Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Menteri selaku koordinator pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah secara nasional senantiasa melakukan koordinasi yang bertujuan agar tidak terjadi pembinaan dan pengawasan yang melebihi kewenangannya dan tumpang tindih. Peraturan Pemerintah ini juga memperjelas mekanisme koordinasi antara APIP dengan Aparat Penegak Hukum dalam penanganan pengaduan masyarakat. Di samping itu, Peraturan Pemerintah ini juga memperjelas pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan desa sebagai penyelcnggara urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat dcsa dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menerima dan mengelola sumber daya negara Sccara umum materi muatan dalam Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, tata cara Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, penghargaan dan fasilitasi khusus, pendanaan, dan sanksi administratif termasuk tata cara penjatuhan sanksi administratif dan sanksi program pembinaan khusus bidang pemerintahan bagi penyelenggara Pemerintahan Daerah dan dacrah yang mclanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Unduh Produk Hukum Sumber : http://www.setneg.go.id
EKOSISTEM DAN ASAS DALAM SISTEM PERBUKUAN
Buku sebagai salah satu sarana membangun dan meningkatkan budaya literasi masyarakat Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus guna mendorong masyarakat berperan dalam tingkat global. Mari kita menemukenali Ekosistem Perbukuan dan 10 Asas Dalam Sistem Perbukuan. Ekosistem perbukuan tempat tumbuh dan berkembangnya Sistem Perbukuan yang sehat untuk menghasilkan Buku Bermutu, murah, dan merata yang ditandai dengan interaksi positif antar pemangku kepentingan perbukuan. Penyelenggaraan Sistem Perbukuan berasaskan: Kebinekaan adalah bahwa penyelenggaraan Sistem Perbukuan memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kebangsaan adalah bahwa penyelenggaraan Sistem Perbukuan mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebersamaan adalah bahwa penyelenggaraan Sistem Perbukuan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerint:*r Daerah, dan pelaku perbukuan. Profesionalisme adalah bahwa penyelenggaraan Sistem Perbukuan didukung oleh sumber daya yang profesional di bidang perbukuan. Keterpaduan adalah bahwa penyelenggaraan Sistem Perbukiran dilakukan secara sinergis antarseluruh pelaksana tata kelola perbukuan. Kenusantaraan adalah bahwa penyelenggaraan Sistem Perbukuan menghasilkan karya yang mendorong penguatan keanekaragaman budaya dalam memperkukuh jati diri bangsa. Keadilan bahwa penyelenggaraan Sistem Perbukuan mewujudkan kesempatan yang sama bagi seluruh lapisan masyarakat dalam mengakses Buku yang berrnutu; dan murah. Partisipasi masyarakat adalah bahwa penyelenggaraan Sistem Perbukuan memberi ruang kepada masyarakat untuk berperan serta. Kegotongroyongan adalah bahwa penyelenggaraan Sistem Perbukuan dilakukan dengan semangat kebersamaan. Kebebasbiasan adalah bahwa penyelenggaraan Sistem Perbukuan tidak multi tafsir. Selamat Membuat Buku Sumber : UU No 3 Tahun 2017
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERBUKUAN
Undang Undang Republik Indonesia No 3 tahun 2017 Tentang Sistem Perbukuan. Produk hukum ini berisi XII Bab dan 72 Pasal, ditetapkan tanggal 24 Mei 2017 dan diundangkan 29 Mei 2017 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 No 102. Penjelasannya tercatat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6053. Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang sangat luas dan dengan jumlah penduduk yang sangat besar serta beragam etnill dan budaya. Salah satu tujuan negara Indonesia seperti ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tujuan negara itu dipertegas kembali dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun peradaban bangsa melalui pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, Pemerintah Pusat mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional. Untuk dapat menjamin terselengaranya suatu sistem pendidikan nasional yang memadai, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan Sistem Perbukuan. Oleh karena itu, Buku dapat menjadi salah satu sarana utama dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Masih adanya Buku yang beredar di tengah masyarakat yang tidak menjunjung nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; belum optimalnya pelindungan dan kepastian hukum bagi pelaku perbukuan; serta belum adanya kerangka hukum yang mengatur mengenai perbukuan secara menyeluruh menyebabkan belum terwujudnya Buku Bermutu, murah, dan merata bagi masyarakat. Dengan demikian, tata kelola perbukuan melalui Sistem Perbukuan secara terpadu mutlak diperlukan untuk dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sebagai jembatan menuju tercapainya kecerdasan bangsa. Saat ini pengaturan perbukuan masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangal sehingga dibutuhkan pengaturan perbukuan yang sistematis dan komprehensif. Pengaturan dimaksud mencakup seluruh pelaku perbukuan, yaitu Penulis, Penerjemah, Penyadur, Editor, Desainer, Ilustrator, Pencetak, Pengembang Buku Elektronik, Penerbit, dan Toko Buku. Selain mengatur pelaku perbukuan, Undang-Undang ini juga mengatur bentuk, jenis, dan isi Buku, hak dan kewajiban masyarakat dan pelaku perbukuan, wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pemerolehan Naskah Buku, Penerbitan, Pencetakan, pengembangan buku elektronik, Pendistribusian, Penggunaan, Penyediaan, dan pengawasan. Untuk menjamin pelaksanaan penegakan hukum, diatur pula sanksi administratif bagi Setiap Orang yang melanggar beberapa ketentuan dalam Undang-Undang ini. Unduh Produk Hukum Sumber : http://www.setneg.go.id
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG BADAN SIBER DAN SANDI NEGARA
Peraturan Presiden Republik Indonesia No 53 tahun 2017 Tentang Badan Siber dan Sandi Negara. Produk hukum ini berisi VIII Bab dan 56 Pasal, ditetapkan tanggal 19 Mei 2017 dan diundangkan 23 Mei 2017 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 No 100. Bidang keamanan siber merupakan salah satu bidang pemerintahan yang perlu didorong dan diperkuat sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan mewujudkan keamanan nasional. BSSN mempunyai tugas melaksanakan keamanan siber secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan, mengembangkan, dan mengonsolidasikan semua unsur yang terkait dengan keamanan siber. Dalam melaksanakan tugas. BSSN menyelenggarakan fungsi: penyusunan kebijakan teknis di bidang identifikasi, deteksi, proteksi, penanggulangan, pemulihan, pemantauan, evaluasi, pengendalian proteksi ecommerce, persandian, penapisan, diplomasi siber, pusat manajemen krisis siber, pusat kontak siber, sentra informasi, dukungan mitigasi, pemulihan penanggulangan kerentanan, insiden dan/atau serangan siber. pelaksanaan kebijakan teknis di bidang identifikasi, deteksi, proteksi, penanggulangan, pemulihan, pemantauan, evaluasi, pengendalian proteksi ecommerce, persandian, penapisan, diplomasi siber, pusat manajemen krisis siber, pusat kontak siber, sentra informasi, dukungan mitigasi, pemulihan penanggulangan kerentanan, insiden dan/atau serangan siber. pemantauan dan evaluasi kebijakan teknis di bidang identifikasi, deteksi, proteksi, penanggulangan, pemulihan, pemantauan, evaluasi, pengendalian proteksi e-commerce, persandian, penapisan, diplomasi siber, pusat manajemen krisis siber, pusat kontak siber, sentra informasi, dukungan mitigasi, pemulihan penanggulangan kerentanan, insiden dan/atau serangan siber. pengoordinasian kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BSSN dan sebagai wadah koordinasi bagi semua pemangku kepentingan. pelaksanaan pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BSSN; pengawasan atas pelaksanaan tugas BSSN; pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BSSN; dan pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam urusan keamanan siber. Unduh Produk Hukum Sumber : http://www.setneg.go.id
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMAJUAN KEBUDAYAAN
Undang Undang Republik Indonesia No 5 tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan. Produk hukum ini berisi IX Bab dan 61 Pasal, ditetapkan tanggal 24 Maret 2017 dan diundangkan 29 Mei 2017 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 No 104. Penjelasannya tercatat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055. Bahwa keberagaman Kebudayaan daerah merupakan kekayaan dan identitas bangsa yang sangat diperlukan untuk memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia di tengah dinamika perkembangan dunia. Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahkan bangsa Indonesia kekayaan atas keberagaman suku bangsa, adat istiadat, bahasa, pengetahuan dan teknologi lokal, tradisi, kearifan lokal, dan seni. Keberagaman tersebut merupakan warisan budaya bangsa bernilai luhur yang membentuk identitas bangsa di tengah dinamika perkembangan dunia. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selanjutnya, Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilainilai budayanya”. Kebudayaan Nasional Indonesia adalah keseluruhan proses dan hasil interaksi antar-Kebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia. Perkembangan tersebut bersifat dinamis, yang ditandai oleh adanya interaksi antar Kebudayaan baik di dalam negeri maupun dengan budaya lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, dan peluang dalam memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia. Untuk itu, diperlukan langkah strategis berupa upaya pemajuan Kebudayaan melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan guna mewujudkan masyarakat Indonesia sesuai dengan prinsip “Trisakti’yang disampaikan oleh Ir. Soekarno sebagai pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam pidato tanggal 17 Agustus 1964, yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam Kebudayaan. l,angkah strategis berupa upaya Pemajuan Kebudayaan tersebut harus dipandang sebagai investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa, bukan sebagai beban biaya. Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia dilaksanakan berlandaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal lka. Asas Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia adalah toleransi, keberagaman, kelokalan, lintas wilayah, partisipatif, manfaat, keberlanjutan, kebebasan berekspresi, keterpaduan, kesederajatan, dan gotong royong. Adapun tujuannya adalah untuk mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan citra bangsa, mewujudkan masyarakat madani, meningkatkan kesejahteraan rakyat, melestarikan warisan budaya bangsa, dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia sehingga Kebudayaan menjadi haluan pembangunan nasional Dalam usaha memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia diperlukan parung hukum yang memadai sebagai pedoman dalam Pemajuan Kebudayaan secara menyeluruh dan terpadu sehingga perlu disusun Undang-Undang tentang pemajuan Kebudayaan. Undang-Undang tentang Pemajuan Kebudayaan secara umum mengatur materi pokok mengenai Ketentuan Umum, Pemajuan, Hak dan Kewajiban, T\rgas dan Wewenang, Pendanaan, Penghargaan, Larangan, Ketentuan Pidana, dan Ketentuan Penutup yang diuraikan dalam batang tubuh Undang-Undang tentang Pemajuan Kebudayaan serta penjelasannya. Unduh Produk Hukum Sumber : http://www.setneg.go.id
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR l TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Republik Indonesia No 1 tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keungan Untuk Kepentingan Perpajakan . Produk hukum ini berisi 10 Pasal, ditetapkan tanggal 8 Mei 2017 dan diundangkan 8 Mei 2017 di Jakarta. Produk hukum ini tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 No 95. Penjelasannya tercatat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6051. Bahwa dalam melaksanakan pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai tqiuan untuk menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia secara merata dan berkeadilan, dibutuhkan pendanaan yang bersumber dari penerimaan negara terutama yang berasal dari pajak, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak tersebut diperlukan pemberian akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan. Bahwa saat ini masih terdapat keterbatasan akses bagi otoritas perpajakan Indonesia untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan yang diatur dalam undang-undang di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundang-undangan lainnya, yang dapat mengakibatkan kendala bagi otoritas perpajakan dalam penguatan basis data perpajakan untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan pajak. Dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertujuan untuk menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia secara merata dan berkeadilan, sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dibutuhkan pendanaan yang bersumber dari penerimaan negara terutama yang berasal dari pajak. Hak negara untuk memungut pajak diatur dalam ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Komponen terbesar dalam pendapatan negara bersumber dari penerimaan pajak. Namun, hingga saat ini penerimaan pajak masih mengalami kendala baik yang berasal dari faktor internal maupun dari faktor eksternal. Dalam mengatasi kendala dari faktor internal, saat ini Pemerintah telah dan sedang melalukan reformasi perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak dengan tujuan antara lain untuk memperbaiki organisasi, proses kerja, pengelolaan data dan informasi dari perbankan, serta sumber daya manusia. Sedangkan dari faktor eksternal, selain terjadinya pelemahan ekonomi dan perdagangan global, juga masih banyak ditemukannya Wajib Pajak yang melakukan penghindaran pajak ke iuar Indonesia. Dengan adanya pusat-pusat pelarian pajak/perlindungan dari pengenaan pajak (tax hauen), dan belum adanya mekanisme serta aturan yang mengharuskan pertukaran informasi antar negara dan yurisdiksi, semakin mempersulit upaya pengumpulan pajak di Indonesia yang berdasarkan pada sistem self-ossesment. Sementara itu, pengawasan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya secara selfassessment tersebut merupakan hal yang esensial untuk meningkatkan penerimaan pajak. pengawasan tersebut dapat dilaksanakan dengan optimal sepanjang telah tersedianya akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan dalam pembentukan basis data perpajakan yang lebih kuat dan akurat. Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundangundangan lainnya yang berlaku saat ini telah membatasi aksis otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan, baik dari sisi prosedur maupun persyaratan. Kondisi keterbatasan akses tersebut dimanfaatkan wajib Pajak untuk tidak patuh melaporkan penghasilan dan harta sesungguhnya. Hal ini dapat menghambat terwujudnya keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan pajak dan penguatan basis data perpajakan, serta Indonesia berpotensi menjadi negara tqjuan penempatan dana ilegal. Saat ini Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan dengan banyak negara/yurisdiksi, yang di dalamnya juga mengatur mengenai pertukaran informasi termasuk pertukaran informasi keuangan secara otomatis sesuai dengan standar internasional yang disepakati. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Indonesia untuk mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis adalah membentuk aturan domestik yang mengatur mengenai kewenangan otoritas perpajakan untuk mengakses informasi keuangan, kewajiban bagi 1embaga jasa keuangan untuk melaporkan informasi keuangan secira otomatis kepada otoritas perpajakan, melakukan prosedur identifrkasi rekening keuangan untuk kepentingan pelaporan dimaksud, serta adanya penerapan sanksi bagi ketidakpatuhan atas kewajiban-kewajiban tersebut. Global Forum on Tlansparencg and Escchange of Information for Tax purposes (Global Foruml yang hingga saat ini telah beranggotakan 139 negara atau yurisdiksi termasuk Indonesia, telah menguji transparansi dan pertukaran informasi yang efektif masing-masing negara anggota dan telah memberikan peringkat kepada 113 negara atau yurisdiksi, teimasuk untuk Indonesia. Berdasarkan penilaian yang bersifat secara keseluruhan tersebut, Indonesia telah ditempatkan dalam peringkat opatuh sebagian” lpartiallg- compliantl, karena tidak adanya kewenangan Direktorat Jenderal pajak selaku otoritas perpajakan di Indonesia untuk memperoleh dan menyediakan informasi keuangan (pouer to obtain and profide financial informaitionl. Lhal tersebut disebabkan adanya pembatasan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dalam undang-undang di bidang pirpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundang undangan lainnya. Penempatan Indonesia sebagai negara dengan peringkat “patuh Sebagian” (Partially-Compliantl dimaksud mengakibatkan Indonesia dianggap tidak transparan dan kurang efektif dalam pertukaran informasi keuangan oleh seluruh negara atau yurisdiksi mitra pertukaran informasi dan sejumlah lembaga internasional. Pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, selain dilakukan dengan cara permintaan, dapat juga dilakukan dengan cara otomatis (Automatic Exchange of Financial Acaunt Information/AEO\. Saat ini terdapat 100 negara atau yurisdiksi termasuk Indonesia, telah menyatakan komitmennya untuk mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis berdasarkan Common Reporting Standard (CRS), yang disusun oleh Organisation for Economic Cooperation and Deuelopment (OECD) dan G2O. Komitmen Indonesia tersebut diwujudkan dengan ditandatanganinya Persetujuan Multilateral Antar Pejabat yang Berwenang (Multilateral competent Autharity Agreement) atas AEOI pada tanggal 3 Juni 2015 dan Indonesia menyetujui untuk mulai melakukan pertukaran informasi keuangan secara otomatis pada bulan September 2018. Terkait dengan pelaksanaan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (AEOI), Global Forum telah memberikan peringkat kepada Indonesia sebagai negara yang berisiko gagal (at risk) untuk memenuhi komitmen AEOI karena belum tersedianya perangkat hukum primer berupa peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang untuk melaksanakan AEOI di Indonesia. Apabila sampai dengan batas waktu tanggal 30 Juni 2017 Indonesia belum membentuk perangkat hukum primer dimaksud, Indonesia akan dipublikasikan sebagai negara yang gagal memenuhi komitmen (fail to meet its commitment) untuk pelaksanaan AEOI. Dalam hal Indonesia dipublikasikan sebagai negara yang gagal dalam mewujudkan komitmen pada standar AEOd Indonesia akan dimasukkan dalam daftar negara tidak kooperatif (Non-cooperatiue Jurisdictions). Hal tersebut akan mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia, antara lain menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai anggota G2O, menurunnya kepercayaan investor, dan berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional, serta dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, terdapat kebutuhan yang sangat