“Dampak sistemik dari penerapan SID ini meliputi informasi, transformasi, komunikasi dua arah dan sinergi antar pemangku kepentingan negara.” Kehadiran Undang Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa semakin memperkuat kebutuhan akan sistem informasi desa. Mengacu pada pasal 86 UU Desa, terlihat jelas pembagian peran dalam pengaturan sistem informasi oleh pemerintah pusat, daerah, dan desa. Pengembangan sistem informasi desa wajib dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Sementara kewajiban pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah desa, dengan catatan desa berhak menentukan penggunaan sistem yang sesuai kebutuhan. Hak untuk mengakses sistem informasi desa dimiliki ketiga level pemerintahan tersebut. Dalam upaya memenuhi kebutuhan sistem informasi desa, pemerintah pusat dan daerah wajib menyiapkan infrastruktur pendukung dan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Namun dalam kenyataannya, ada kalanya dua kebutuhan tersebut tidak sesuai waktunya dengan yang diharapkan pemerintah desa. Desa pun diizinkan untuk mengambil inisiatif dalam memenuhi kebutuhannya sesuai perencanaan pembangunannya. Berbagai inovasi pun bermunculan untuk menyiasati hambatan-hambatan itu. Inovasi inilah yang menjadi bentuk kemandirian desa dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Sistem Informasi Desa Gagasan sistem informasi desa adalah untuk pengelolaan sumberdaya. Implementasinya membutuhkan kemauan & sinergitas berbagai pihak. Partisipasi para pihak merupakan suatu keutuhan yang bisa diberdayakan dalam pembangunan desa hingga negara. Jauh sebelum sistem informasi desa menjadi kebutuhan desa yang disahkan dalam UU Desa, Combine Resource Institution telah mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Desa pada 2009. Sistem ini kemudian melahirkan produk turunan bernama Sistem Administrasi dan Informasi Desa / Kelurahan (SAID/K) pada 2013. Kini, aplikasi ini kemudian lebih dikenal dengan Sistem Informasi Desa atau disingkat SID. Lebih dari sekedar alat, SID merupakan proses pemanfaatan data dan informasi di tingkat desa. Tujuannya untuk mendukung pengelolaan sumber daya berbasis komunitas. Implementasi SID ini mengusung prinsip partisipatif, iklusif, transparan, akuntabel, dan berkelanjutan. Karena bersifat open source, aplikasi SID ini dapat dikembangkan siapa saja. Pun, SID ini bisa dioperasikan baik dengan sambungan internet (online) maupun tanpa tersambung internet (offline). Dampak sistemik dari penerapan SID ini meliputi informasi, transformasi, komunikasi dua arah dan sinergi antarpemangku kepentingan. Inilah alasan desa-desa penerap SID merasakan bahwa SID adalah suatu rangkaian (baik mekanisme, prosedur hingga pemanfaatan) yang bertujuan untuk mengelola sumber daya yang ada di komunitas. Gagasan dan pemanfaatan SID oleh desa ini hendaknya direspons positif oleh pemangku kepentingan negara. Setidaknya, tata kelola informasi level desa sangat membantu mengurai carut marut data pada level pemerintah supra desa. Itulah kenapa diperlukan upaya meningkatkan kapasitas SDM di level pemerintahan desa. Dampingi Desa Mengelola Informasi Dalam upaya meningkatkan kapasitas SDM, CRI berperan aktif mendampingi desa-desa penerap SID. Pada 2013 dan 2014, CRI berkesempatan mendampingi 47 desa dari 7 kabupaten dan 1 kotamadya di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan melalui pelatihan pengelolaan laman desa (saat itu masih bernama SAID/K). Pelatihan tersebut meliputi penggalian potensi desa, menulis berita untuk diunggah ke laman desa, dan juga diskusi – diskusi. Hingga tahun 2015, sudah lebih dari 1330 desa dari 7 propinsi di Indonesia yang menerapkan SID. Village Website For Everyone. Tahun 2015, CRI mendampingi desa-desa di Kupang, NTT dalam pengelolaan informasi desa. Konsep yang diusung adalah laman desa bernama Village Website For Everyone (VWFE). VWFE merupakan konvergensi media dari analog menjadi digital di tingkat desa. Laman ini bisa dioperasikan melalui komputer, telepon pintar, maupun tablet. Laman desa ini dikembangkan di 11 desa di 5 kecamatan di Kabupaten Kupang. Jika SID menjadi database kependudukan sekaligus mengelola informasi lewat laman desa, sistem VWFE ini hanya mengelola informasi tentang desa pada laman desa saja. Melalui VWFE, desa bisa menginformasikan potensi dan aset desanya kepada masyarakat luas. Di dalamnya terdapat fitur-fitur informatif seputar desa seperti, sejarah, profil, produk hasil desa, agenda kegiatan, galeri dokumentasi, bahkan ruang konsultasi untuk warga. Berbagai dokumen perencanaan desa dan dokumen strategis lainnya juga bisa dimasukkan dalam laman desa ini. Membangun laman desa tak bisa dilepaskan dari kemampuan dan kebiasaan bermedia digital warganya. Terbatasnya sinyal seluler berimbas pada lemahnya akses internet. Sambungan telepon dari Telkom juga belum masuk di daerah ini. Hanya ada satu provider layanan seluler di Kota Kupang dan sekitarnya. Dari kesebelas desa peserta VWFE, hanya 70% yang terakses sinyal seluler dengan koneksi yang lambat dan terbatas. Inilah salah satu alasan kenapa belum banyak warga yang memilih media digital untuk kebutuhan komunikasinya. Mengingat peserta belum terbiasa dengan media digital, pengenalan internet dasar menjadi pelatihan yang wajib dilakukan sebelum membangun laman desa VWFE. Membuat surel desa adalah satu kegiatan pengenalan internet dasar tersebut. Sebelumnya, tidak semua desa peserta VWFE memiliki surel yang merepresentasikan desa mereka. Baru setelahnya, pengenalan membuat laman desa VWFE pun dilakukan. Penerapan VWFE telah membantu mereka mewujudkan harapan desa untuk mengenalkan dan mengelola potensi desa mereka. Tujuannya adalah untuk mendongkrak laju perekonomian. Dalam perjalanannya, laman VWFE Desa Letbaun di Kecamatan Semau telah berhasil menjadi etalase digital produk kerajinan tenun mereka. Etalase digital itu memuluskan penjualan produk mereka hingga ke mancanegara. Pemanfaatan SID maupun VWFE tidak hanya berhenti pada pengelolaan informasi semata. Adanya analisa data sederhana, jurnalisme warga juga berperan besar dalam memperkaya isi website tersebut. Sistem tersebut memberikan dampak yang signifikan pada desa dan masyarakat, sesuai dengan pemanfaatan yang mereka lakukan. Sumber : Majalah Kombinasi
Lawasan itu kreatif
Akhir Desember 2016, Mahasiswa Jurusan fotografi Fakultas Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia mengadakan Pameran fotografi dengan tema Lawasan. Lawasan adalah Bahasa Jawa yang memiliki arti zaman dahulu Atau kembali ke masa lalu. Hal ini terlihat dari semangat berproses dan tersajinya karya karya kreatif dalam berbagai teknik dan medium fotografi cetak tua. Seni bukan hanya soal keindahan, proses berkarya juga patut dikedepankan. Sajian karya fotografi cetak tua ditengah boomingnya cetak digital. Proses fotografi cetak tua yang disajikan antara lain : Cynotype, Vandyke Brown Print dan Gum Brichromate. Mungkin istilah ini masih asing di telinga dan nalar kita. Medium yang digunakan adalah kertas, keramik, kayu dan kain. Untuk itu mari kita bahas satu persatu. Nama cyanotype berasal dari nama Yunani cyan, makna kesan biru gelap kesan.Prinsip umum dari proses cyanotype adalah pengurangan fotokimia Garam Besi (III) ke (II) yang bereaksi dengan kalium ferricyanide (prussiate merah besi), membentuk sebuah kompleks intens biru. Perubahan warna dari larutan garam besi pertama kali ketahui oleh Count Bestuscheff Tahun 1725 dan lebih tepatnya dijelaskan dalam 1831 oleh Johann Wolfgang Doebereiner (1780-1849). Pigmen anorganik Prusia biru (terhidrasi besi hexacyano ferrate kompleks), yang merupakan bahan gambar-pembentukan cyanotypes, disiapkan pertama dengan Heinrich Diesbach di Berlin antara 1704 dan 1710. Pigmen tersebut awalnya digunakan untuk lukisan minyak dan cat air. Timeline of the cyanotype process Penamaan Vandyke brown print didapatkan dari kesamaan pigmen coklat tua yang digunakan oleh pelukis Flemish Van Dyck. The Vandyke brown print Dalam fotografi diciptakan oleh Sir John Herschel astronom Inggris, didasarkan pada proses besi-perak pertama, argentotype yang diciptakan pada tahun 1842. Kedua proses memanfaatkan aksi cahaya pada garam besi dan kimia mereka sangat mirip. Vandyke cetakan coklat yang sangat sederhana dan ekonomis untuk membuat, dengan sensitizer yang terdiri dari tiga bahan kimia tersedia. Dari Fox Talbot untuk Robert Demachy, dari Lumière bersaudara untuk Heinrich Kühn, proses bikromat memiliki sejarah panjang dan bervariasi mencakup lebih dari satu abad. Setiap artis bertahan melalui serangkaian mereka sendiri cobaan dan kegagalan. Akhirnya mereka mengalahkan, dalam berbagai derajat, segudang perangkap ditemui di jalan untuk menciptakan indah cetakan. Permen karet pemula bikromat printer akan melakukannya dengan baik untuk belajar karya mereka master awal. Robert Demachy berkarya artistis di tahun 1880-an dan mulai menafsirkan karyanya di Gum Bichromate pada tahun 1894, karena memungkinkan dia untuk menggunakan pekerjaan tangan yang cukup besar dan mirip dengan perasaan dia ketika melihat lukisan impresionis. “Teman lelahku” perpaduan teknik #pinhole yang di proses secara #Cyanotype pada kertas pic.twitter.com/cnOYPb4AxM — Boim (@l0g1st1c14n) 26 December 2016 Beberapa gambar yang menghiasi pameran Lawasan dalam berbagai medium Sumber : Pameran Oldprint buku The Atlas of Analytical Signatures of Photographic Processes Historical photographic processes VanDyke Notes An introduction to the gum bichromate process
KLJ Jogja dibalik kesederhanaan ada keistimewaan dalam Pinasthika Creativestival
Pinasthika Creativestival adalah sebuah festival kreatif akbar yang konsisten menghadirkan ragam acara berkualitas seperti seminar kreatif , workshop eksklusif, lomba, dan pameran kreatif, tahun ini adalah penyelenggaraan yang ke 17 mengusung tema #AWAKEON. Komunitas Lubang Jarum Jogja ikut serta mengisi pameran kreatif komunitas. Komunitas lubang jarum jogja (KLJ Jogja) merupakan clubs and societies, yang aktivitasnya selalu membuat atau mengandalkan kamera dari hasil daur ulang sebagai alat utama. Kenapa disebut menggunakan bahan daur ulang seperti misalnya kaleng? Karena dengan benda apa pun kami dapat membuat kamera sendiri. Di jogja komunitas ini aktif melakukan kegiatan edukasi membuat kamera, hunting foto bersama atau diskusi tentang fotografi. Lebih lanjut dapat di akses pada laman https://kljjogja.wordpress.com/ salam lima jari Jika ada pepatah tak kenal maka tak sayang, Disini lah saatnya untuk kenalan.. Kalian punya karya foto lubang jarum? Bingung buat pameran? Cakep !!! Nah..daripada disimpen, lebih baik ikutan pameran. Menjelang event ini, KLJ Jogja juga kedatangan Bapak Lubang Jarum Indonesia Ray Bachtiar Drajat di basecamp tepatnya Gowongan Kidul. Beliau baru saja memberikan kuliah terbuka di Fakultas Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia tentang fotografi. Pertemuan ini sekaligus bernostagia tentang pergerakan virus lubang jarum yang bergerilya semenjak tahun 2002. Secara aklamasi saat itu terpilihlah pendiri lubang jarum Jogjakarta Ibu Zulaina Edial. Beliau bisa disapa dalam akun media sosial https://www.facebook.com/zulaina.edial. Buku Beliau yang pertama kali membuat karya fotografi dari lubang jarum di Indonesia. Info lebih lanjut dapat diakses pada akun media sosialnya https://www.facebook.com/raybachtiar.dradjatii Obrolan KLJI tak menyoalkan “kesempurnaan” karena “kegagalan” justru bisa menjadi konsep dan menuntun kita menerobos segala rintangan. Maka eksplorasi makna “lubang jarum” jadi tujuan. Kita dituntut mampu meloloskan diri dari suatu situasi yang sulit, “kreativitas” jadi kendaraan yang sangat berguna untuk membantu meloloskan diri dari lubang jarum. Sebagaimana dikatakan Leonardo Da Vinci: “Siapa yang akan percaya dari sebuah lubang kecil, kita dapat melihat alam semesta”. pustaka : http://dgi-indonesia.com/sejarah-komunitas-lubang-jarum-indonesia-klji/ KLJ Jogja
Literasi dan Mitigasi Bencana Ala Huntap Dongkelsari
Hunian Tetap (huntap) Dongkelsari secara administrasi berada di Desa Wukirsari Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Jarak tempuh dari kota jogja sekitar 20 Km dengan tempuh relatif sekitar satu jam, huntap terletak di Lereng Selatan Gunungapi Merapi. Tempat ini dihuni paska erupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010. Warga yang menempati berasal dari Dusun Srodokan Gungan Wukirsari Sleman. Mereka sudah Enam tahun menempati kawasan tersebut. Seiringan dengan waktu yang berjalan, mereka pun tetap sadar akan bahaya erupsi Merapi. Upaya kesadaran diwujudkan dalam berbagai rupa bentuk meliputi pembangunan budaya dan fisik. Hal tersebut tercermin dalam Kirab Budaya tahunan da pembuatan Museum Dokumenter Kebencanaan. Kirab Budaya Tahun 2016 merupakan Kirab Budaya yang pertama kali digelar. Prosesi kirab budaya menggambarkan Proses Bedol Desa atau relokasi dari dusun lama atau yang terdampak langsung erupsi Merapi 2010 ke huntap Dongkelsari. Kegiatan kirab ini akan dijadikan kegiatan tahunan di bulan november. Museum Dokumenter kebencanaan diresmikan tanggal 26 Februari 2016, merupakan usaha kolektif warga dalam mengelola pengetahuan bersama. Warga mengumpulkan barang, foto dan lain lain untuk mewujudkannya. Barang barang tersebut meliputi segala macam benda yang ditemukan akibat erupsi Merapi 2010 di dusun tersebut. Diantaranya peralatan rumah tangga, alat transportasi dan komunikasi. Foto foto yang dipamerkan adalah hasil dokumentasi warga. Seiringan dengan berjalannya waktu ada juga yang menghibahkan Peta Kawasan Rawan Bencana Merapi. Selaian Museum Dokumenter kebencanaan tersebut, di kawasan ini terdapat Bangunan komunal lainnya diantaranya Balai warga,Masjid, Rumah baca Komuntas, Rumah Batik, Rumah Jamur, Instalasi Air dan Kandang ternak. Rumah Baca Komunitas menjadi perpustakaan yang menyiapkan koleksi bacaan meskipun masih terbatas. Rumah baca juga menerima hibah buku baik secara perseorangan atau kelompok. Mungkin anda juga bisa menyumbangkan buku untuk menambah jumlah dan melengkapi koleksi bacaan. Rumah Batik adalah tempat untuk kriya batik yang kedepan diharapkan bisa tetap melestarikan batik dan sebagai bonusnya mungkin akan tercipta suatu motif khas Dongkelsari. Disini terdapat koleksi gambar motif dan alat alat untuk melakukan proses batik. Hasil belajar membatik anak anak dihuntap menjadi koleksi yang ikut mewarnai kehadiran rumah batik. Rumah Jamur merupakan sebuah sentra usaha jamur yang dikelola bersama oleh warga. Ada jamur tiram dan jamur kuping. Biasanya dipetik atau panen pada pagi hari. Instalasi air komunal bantuan dari Badan Geologi KESDM menjadi salah satu penyuplai air untuk kebutuhan warga huntap. Kandang kandang ternak komunal terletak pada sisi luar Huntap dipisahkan antara ternak kambing dan ternak sapi. Harmonisasi alam dan manusia menciptakan nuansa tersendiri yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Kalo kita mau berjalan jalan di sekitaran Huntap akan menemukan beberapa spot foto yang menarik untuk diabadikan. Luangkanlah waktu untuk mengunjungi Huntap Dongkelsari dan temukan keunikan pengalamanmu disana. Lokasi ini terbuka setiap saat dan ada baiknya untuk menghubungi Totok Hartanto selaku Kepala Dusun Srondokan Gungan Wukirsari melalui telpon dengan nomer +62 857 4247 2035. Sumber : Portal Desa Wukirsari
Warga Jeruk Kepek Panen Sinar Matahari
Akhir Tahun 2016, sebagian warga Jeruk Kepek Wonosari memasang beberapa lampu penerangan jalan kampung berbasis tenaga surya. Penerangan Berbasis Tenaga Surya bukanlah hal baru baru untuk di kawasan ini, setidaknya beberapa rumah sudah mulai menggunakannya. meskipun belum sepenuhnya beralih dari listrik konvensional untuk kebutuhan rumah tangganya. 26 Desember 2016, beberapa warga bersepakat untuk menginisiasi di enam titik di kawasannya. Mereka membuat percontohan di Gang Bakung. Malam itu terpasang hanya tiga lampu dari enam yang direncanakan. Bahan untuk Lampu Penerangan Jalan kampung inipun menggunakan konsep daur ulang. Barang yang digunakan seperti halnya bekas botol kemasan air mineral, pipa pralon, tiang besi, lampu led model AC, kabel dan kawat. tinggi lampu dari tanah sekitar 2,5 m – 3 m. Salah satu yang unik adalah penggunaan lampu led model ac yang bekas. Biasanya lampu Led model ac yang sudah tidak bisa menyala (rusak) itu dibuang. Namun di tangan seorang Awab Yudan (Warga RT 4 Padukuhan Jeruk ) bisa dimanfaatkan untuk menjadi Lampu Led Model DC, tentunya dengan mengubah aliran arus listriknya. pengubahan inipun ada caranya dan harus hati hati, karena jika salah merangkaikan akan terjadi konsleting dan lampu tidak bisa digunakan. Posisi Lampu Penerangan Jalan yang terletak di luar rumah rentan dengan air dan hewan hewan kecil, oleh karenanya diberikan sebuah tudung lampu dengan menggunakan botol kemasan air mineral bekas. Tiang penyangga diikatkan menggunakan kawat pada pagar atau tembok, jika di titik tersebut tidak ada tempat untuk mengikat lalu dibuatlah lubang untuk menanam tiang tersebut. Keunikan lainnya adalah fungsi menyalakan dan mematikan lampunya sudah otomatis lho, tidak menggunakan alat pengatur waktu tetapi menggunakan sinar matahari. Lampu Penerangan Jalan Kampung menggunakan 100 % Energi Matahari dan tidak khawatir dengan tagihan listrik bulanan. Lampu Penerangan Jalan membuat lingkungan warga jadi semakin aman dan jalanan makin terang. Ketergantungan kepada energi listrik konvensional semakin berkurang. Misalnya jika terjadi gangguan listrik konvensional yang mengakibatkan pemadaman listrik oleh PLN, lampu lampu penerangan jalan itupun tetap masih bisa menyala. hal penting lainnya adalah mengurangi biaya pemakaian listrik konvensional. Pemanfaatan Arus Model DC pada intalasi Tenaga Surya membuat faktor keselamatan makin tinggi, karena jika kena setrum hanya akan merasa kaget tanpa mengakibatkan kematian. Warga setempat berencana memasang hingga 8 titik Penerangan Lampu Jalan hingga akhir Januari 2017.